APBN Tekor Tapi Belanja Negara Naik, Ekonom: Perlu Ada Intervensi dari Pemerintah
JAKARTA,quickq安卓官网入口 DISWAY.ID --Pertama kalinya sejak tahun 2021, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) telah mencatatkan defisit sebesar Rp 31,2 triliun atau 0,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya dalam dua bulan pertama tahun ini.
Situasi ini tentunya merupakan hal yang mengejutkan, pasalnya pada tahun lalu di periode yang sama, APBN masih mencatatkan surplus sebesar Rp 26,04 triliun.
Menurut Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, munculnya defisit fiskal sejak awal tahun menandai bahwa tahun 2025 tidak bisa lagi dipandang sebagai tahun fiskal biasa.
BACA JUGA:Rektor UI Tegaskan Bahlil Dinyatakan Belum Lulus Doktor: Harus Revisi dan Publikasi Ilmiah
BACA JUGA:Panglima TNI Rencanakan Percepatan Kenaikan Pangkat Perwira
“Ketahanan fiskal Indonesia, yang selama dua tahun terakhir masih dapat dijaga, kini tengah berada di persimpangan jalan antara keberlanjutan fiskal atau potensi krisis defisit jangka panjang,” ujar Achmad ketika dihubungi oleh Disway pada Kamis 13 Maret 2025.
Di sisi lain, belanja negara hingga Februari 2025 tetap berada di level tinggi, yakni sebesar Rp 348,1 triliun atau 9,6 persen dari target.
Kendati begitu, nominal tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan belanja pada Februari 2024 yang mencapai Rp 374,32 triliun.
“Besarnya kebutuhan belanja yang tidak bisa ditunda, termasuk belanja sosial, subsidi, hingga program populis, membuat tekanan fiskal kian berat,” jelas Achmad.
BACA JUGA:Prabowo Pastikan Permasalahan Pengangkatan CASN 2024 Sedang Diurus
BACA JUGA:Panglima TNI Ungkap Perlunya Revisi UU TNI Sebagai Respons Cepat Tangkal Ancaman
Dengan kondisi seperti ini, Achmad menilai perlunya ada intervensi dari Pemerintah untuk memperbaiki prioritas belanja.
“Di tengah tantangan pendapatan, belanja negara tetap harus berjalan. Namun, dalam kondisi penerimaan pajak yang anjlok, pemerintah harus mulai menyusun ulang skala prioritas belanja,” pungkas Achmad.
Dalam hal ini, dirinya menambahkan bahwa belanja-belanja yang tidak mendukung pemulihan ekonomi, pengurangan kemiskinan, atau tidak memiliki dampak jangka panjang yang nyata, harus ditinjau ulang atau bahkan dihentikan sementara.
- 1
- 2
- »
(责任编辑:综合)
- Dosen UGM Ungkap Bahaya Rip Current yang Menggulung Nyawa Siswa SMPN 7 Mojokerto
- FOTO: Tato Artistik Goresan Seniman di Pameran Tato Internasional
- Sri Mulyani: Kebijakan Penghapusan Utang Macet UMKM adalah Langkah Strategis Dorong Perekonomian
- Erick Thohir Gandeng Amazon Web Service, Perkuat Proses Manajemen di Berbagai BUMN
- Waspada Gejala Covid JN.1 yang Sudah Terdeteksi di Indonesia
- Viral Teh Disebut Berbahaya untuk Anak, Benarkah?
- Peringati Hari Pahlawan, BRI Salurkan Bantuan Beasiswa Bagi Anak TNI dan Polri
- Sri Mulyani: Kebijakan Penghapusan Utang Macet UMKM adalah Langkah Strategis Dorong Perekonomian
- Tolak Medan Zoo Ditutup, DPRD Usul Tiap Satwa Punya 'Bapak Asuh'
- Saham Telkom Berhasil Menanjak 1,43% Jelang RUPST
- Peringati Hari Pahlawan, BRI Salurkan Bantuan Beasiswa Bagi Anak TNI dan Polri
- Alim Markus Yakin Ahok Menang
- Jadwal Lengkap Seleksi Petugas Haji Arab Saudi Tingkat Pusat 2025 dan Syarat Pendaftarannya
- Kasus Kendeng, Hakim MA Dinilai Tak Memahami Persoalan Investasi
- Dosen UGM Ungkap Bahaya Rip Current yang Menggulung Nyawa Siswa SMPN 7 Mojokerto
- Pramugari Ungkap Bulan Termurah dalam Setahun untuk Beli Tiket Pesawat
- PT Wook Global Technology (WOOK) dan Letsvan Hadirkan Mainan Edukatif 'Wakuku' ke Indonesia
- 3 Ikan Ini Mengandung Kalsium, Cocok buat Jaga Tulang yang Menua
- FOTO: Main ke Taman Pattaya Thailand Seperti di Film 'Willy Wonka'
- Hadirkan Mesin Hybrid, Lexus Tetap Tak Turunkan Derajat Mobil Mewahnya